Siapa
Mau Jadi yang Kedua?
Dasima
seketika terjaga dari tidurnya yang tak nyenyak. Kegelisahannya semakin
menggila. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Seorang
laki-laki yang diam-diam menaruh hati padanya mulai menunjukan keseriusannya.
Entah mengapa Dasima belum bisa membuka hati untuk laki-laki itu, Miun namanya.
Dasima akan penuh kemewahan jika dia mau menjadi istri Miun. Namun Dasima
bukanlah wanita yang memandang seorang laki-laki hanya dari isi dompetnya saja.
“Mak,
semalam tidurku tak nyenyak” ucap Dasima.
“Mengapa
tidurmu tak nyenyak” tanya Mak Buyung. Beliau adalah orang yang telah
merawat Dasima sejak kecil.
“Entahlah...
aku sendiri bingung. Seolah ada kegelisahan yang aku rasakan setelah mendengar
omongan tetangga sebelah, Mak.”
“Memangnya
apa yang mereka katakan padamu? Sudahlah Dasima, omongan orang tidak perlu...”
“Bukan
begitu mak.” Dasima memotong pembicaraan.
“Lantas
bagaimana?”
“Mereka
berkata bahwa Bang Miun menaruh hati padaku.”
“Miun?
Laki-laki kaya, juragan kuda itu?”
“Iya
mak, meskipun itu hanya kabar burung namun hal tersebut sangat mengganggu
pikiranku.”
Pagi-pagi
sekali Mak Buyung pergi ke sawah. Dalam perjalanan dia bertemu dengan ibu-ibu
yang hendak berbelanja ke pasar. Rupanya mereka ingin menanyakan langsung pada
Mak Buyung tentang kabar bahwa Miun ingin menikahi Dasima.Tak banyak yang dapat dikatakan Mak
Buyung, ternyata Dasima benar bahwa sekarang ini semua orang dipenuhi rasa
ingin tahu tentang hubungan Dasima dengan Miun.
Mak Buyung serasa mendengar petir menggelegar di telinganya, seolah-olah dalam hatinya dipenuhi banyak pertanyaan. “Mengapa Dasima tidak pernah mengakui kedekatan dirinya dengan Miun kepadaku? Bukankah dia hanya mengeluhkan omongan tetangga yang mengganggunya?” sebenarnya apa yang ada dipikiran Dasima hingga sekarang aku harus menjawab begitu banyak pertanyaan orang-orang.?” Begitulah pertanyaan yang ada dalam hati Mak Buyung. Dengan cepat Mak Buyung ingin menyelesaikan pekerjaannya di sawah, dia ingin segera bertemu dengan Dasima dan menceritakan semua yang hari ini dia alami.
Mak Buyung serasa mendengar petir menggelegar di telinganya, seolah-olah dalam hatinya dipenuhi banyak pertanyaan. “Mengapa Dasima tidak pernah mengakui kedekatan dirinya dengan Miun kepadaku? Bukankah dia hanya mengeluhkan omongan tetangga yang mengganggunya?” sebenarnya apa yang ada dipikiran Dasima hingga sekarang aku harus menjawab begitu banyak pertanyaan orang-orang.?” Begitulah pertanyaan yang ada dalam hati Mak Buyung. Dengan cepat Mak Buyung ingin menyelesaikan pekerjaannya di sawah, dia ingin segera bertemu dengan Dasima dan menceritakan semua yang hari ini dia alami.
Di pekarangan rumah, Dasima
melakukan kegiatan yang rutin dia lakukan setiap hari, yaitu menyiram tanaman
kesayangan Mak Buyung. Dengan tekun dia bersihkan setiap sudut pekarangan rumah
agar sebelum Mak Buyung pulang dari sawah semuanya sudah bersih dan rapi.
Tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki datang menghampirinya.
“Ehmm..
ada yang bisa di bantu? “
Seketika
Dasima terpaku, tak bisa berkata apa-apa melihat sosok yang menyapanya.
“Kenapa
Dasima? Apa aku mengagetkan mu?” tanya Miun ragu-ragu.
“Oh
tidak bang, hanya saja aku tidak menyangka Bang Miun bisa datang kesini.”
“Begitu
toh, aku hanya lewat sekitar rumahmu, kemudian tak sengaja melihatmu ada di
luar rumah, lantas aku datang menghampiri mu tapi rupanya kau begitu terkejut.”
“Apakah
terlihat bahwa aku begitu terkejut Bang?” tanya Dasima. Sembari mencairkan
suasana.
Hari
mulai sore. Waktunya orang-orang kembali ke rumah masing-masing. Begitupun
dengan Mak Buyung yang bergegas pulang ke rumahnya. Tanpa sengaja Mak Buyung
melihat seorang laki-laki bersama Dasima. “Siapa dia?” mengapa sore-sore
seperti ini ada tamu di rumahku?” gumam Mak Buyung. Semakin dekat langkah
kakinya menuju rumah dan dengan sangat terkejut Mak Buyung melihat Miun sedang
berbincang-bincang dengan Dasima. Kemudian...
“Assalamualaikum”
Mak Buyung mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam”
mereka berdua menjawab.
“Mak
sudah pulang?” tanya Dasima.
“Iya,
Mak sengaja pulang lebih awal” sambil menatap Miun “Rupanya ada tamu, kenapa
tidak kau suruh masuk Dasima?” kemudian dengan sigap Miun menjawab pertanyaan
Mak Buyung sebelum Dasima menjawab.
“Tidak
apa-apa Mak, kebetulan saya lewat sekitar sini, kemudian melihat Dasima sedang
membersihkan pekarangan lalu saya menghampirinya.” Jelas Miun.
Suasana
hening mulai terasa, kemudian Miun memutuskan untuk berpamitan pulang pada Mak
Buyung dan Dasima.
Malam
menyergap. Suara riuh katak terdengar begitu jelas, Dasima dan Mak Buyung makan
malam dengan lauk seadanya, sepertinya tidak ada yang istimewa dari kehidupan
mereka.
“Tadi
rupanya kau begitu akrab dengan Miun, apa kau mulai menaruh hati padanya?”
“Tidak
mak, hanya saja dia terlihat seperti orang baik, tutur katanya juga sopan.”
“Dia
memang terlihat baik” Mak Buyung terdiam sesaat, kemudian melanjutkan pembicaraannya
“Tetapi dia sudah punya istri, Dasima. Apa dia tidak mengakuinya padamu?”
Dasima
sangat terkejut. Bang Miun tidak pernah mengatakan apapun tentang istri pertamanya.
“Mak
hanya tidak rela kamu jadi istri keduanya, apa kamu siap menanggung resiko
sebagai istri kedua? Apa kata orang nanti, bagaimana dengan perasaan istri
pertama Miun?”
Bang
Miun. Begitu orang-orang menyapanaya. Laki-laki kaya namun kekayaannya adalah
hasil kerja istrinya, Hayati namanya. Dia dikirim oleh Miun menjadi seorang TKI
ke Arab Saudi. Hampir 7 tahun lamanya dia menjadi TKI dan hasil kerja kerasnya
selalu dikelola oleh sumainya, Miun. Tak banyak yang tahu pernikahan Miun dan
Hayati, begitupula dengan Dasima sepertinya dia juga tidak tahu pernikahan Miun
dan Hayati yang memang terkesan ditutup-tutupi oleh Miun. Sepanjang malam
Dasima memikirkan semua kata-kata Mak Buyung. Dalam hatinya tak menyangka bahwa
Bang Miun seperti itu, mengapa dia tak bercerita tentang keberadaan istrinya.
“Benar-benar bodoh, mengapa aku harus menjadi yang kedua? Aku tidak dilahirkan
hanya untuk menjadi istri kedua mu, Bang” Dasima merenungkan semuanya.
Tanpa sepengetahuan Mak Buyung, beberapa hari yang lalu sebelum Miun datang ke rumah Dasima, mereka sempat bertemu di jembatan seberang desa. Miun ingin membenarkan kabar yang Dasima dengar dari warga desa bahwa dia ingin menikahi Dasima. Namun Dasima belum memberikan jawaban apa-apa. Dia tidak mau mengambil keputusan tanpa membicarkannya dengan Mak Buyung. Dasima waktu satu minggu untuk menjawab, jika Miun bersedia menunggu maka mereka akan bertemu kembali di tempat yang sama.
Satu minggu kemudian... Dasima datang lebih dulu di jembatan itu. Sambil merangkai kata yang akan dia ucapkan pada Miun.
Tanpa sepengetahuan Mak Buyung, beberapa hari yang lalu sebelum Miun datang ke rumah Dasima, mereka sempat bertemu di jembatan seberang desa. Miun ingin membenarkan kabar yang Dasima dengar dari warga desa bahwa dia ingin menikahi Dasima. Namun Dasima belum memberikan jawaban apa-apa. Dia tidak mau mengambil keputusan tanpa membicarkannya dengan Mak Buyung. Dasima waktu satu minggu untuk menjawab, jika Miun bersedia menunggu maka mereka akan bertemu kembali di tempat yang sama.
Satu minggu kemudian... Dasima datang lebih dulu di jembatan itu. Sambil merangkai kata yang akan dia ucapkan pada Miun.
“Sudah
menunggu lama?” suara Miun memecah keheningan.
“Tidak
Bang, aku baru saja datang.”
“Tidak
terasa satu minggu telah berlalu, lantas bagaimana nasibku?” Miun memulai
pembicaraan.
“Apakah
aku akan kau jadikan istri kedua mu, Bang?”
“Istri
kedua? Mengapa kau bicara seperti itu?”
“Kau
sudah menikah dan istrimu bekerja di luar negeri, mengapa kau tidak ceritakan
padaku?”
“Istri
pertama atau istri kedua sama saja dan aku pikir kau tak akan keberatan akan
hal itu, meskipun jadi istri kedua kau akan mendapatkan kemewahan dariku, apa
itu semua tidak cukup?”
“Bukan
itu yang aku inginkan. Hanya saja aku dan istrimu itu sama-sama seorang wanita.
Mana mungkin aku mau berbahagia diatas penderitaan orang lain.”
“Itu
omong kosong, istriku tidak pernah mempermasahkan perkara aku ingin memiliki
istri kedua.”
“Jelas
saja itu omong kosong, atau bahkan dia tidak tahu kau ingin menikahiku.”
“Baiklah
kalau begitu, sekarang apa yang kau inginkan?”
“Aku
hanya tidak ingin menjadi yang kedua.” Mereka terdiam.
Miun
pergi menjauh dari jembatan, meninggalkan Dasima sendiri. Entah apa yang
membuat Dasima tak bergeming sedikitpun dari tempatnya berdiri. Kata-kata itu
masih terngiang di telinganya. Apa yang telah diucapkan Miun sebelum
meninggalkan Dasima di jembatan membuat dirinya terkejut. “Dasima, kau terlalu
angkuh. Asal kau tahu saja aku bisa mendapatkan seribu Dasima yang mau menjadi
istri keduaku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar